BAB I
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Al-Qur’an bagi kaum Muslimin adalah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Jibril selama kurang
lebih dua puluh tiga tahun. Kitab suci ini memiliki kekuatan luar biasa
yang berada di luar kemampuan apapun: “Seandainya Kami turunkan al-Quran
ini kepada sebuah gunung, maka kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah
karena gentar kepada Allah” (59:21).
Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan Nabi telah
meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial kaum Muslimin
dalam segala aspeknya. Bahkan, masyarakat Muslim mengawali eksistensinya
dan memperoleh kekuatan hidup dengan merespon dakwah al-Quran. Itulah
sebabnya, al-Quran berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan
berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya
terhadap al-Quran, kehidupan, pemikiran dan kebudayaan kaum Muslimin tentunya
akan sulit dipahami.
Al-Quran memiliki pengaruh amat luas dan mendalam terhadap jiwa
manusia. Kitab ini telah digunakan kaum Muslimin untuk mengabsahkan perilaku,
menjustifikasi tindakan peperangan, melandasi berbagai aspirasi,
memelihara berbagai harapan, dan memperkukuh identitas kolektif. Ia juga
digunakan dalam kebaktian-kebaktian publik dan pribadi kaum Muslimin, serta dilantunkan
dalam berbagai acara resmi dan keluarga. Pembacaannya dipandang sebagai tindak
kesalehan dan pelaksanaan ajarannya merupakan kewajiban setiap Muslim.
BAB II
Pembahasan
A. Sejarah
Percetakan Al-Qur’an di Indonesia
Selama
lebih dari 160 tahun perkembanganrrya hingga dewasa ini, banyak hal-hal menarik
untuk dikaji, baik aspek kesejarahan, teks, maupun visualnya. Pemahaman akan
perkembangan pencetakan mushaf sejak masa awal akan memperjelas pemahaman kita
tentang keberadaan mushaf di Indonesia dewasa ini. Di sini, kesinarnbungan mata
rantai sejarah mushaf menjadi penting. Di Nusantara, mushaf Al-Qur'an cetakan
tertua berasal dari Palembang, hasil cetak batu (litografi) Haji Muhammad
Azharibin Kemas Haji Abdullah, selesai dicetak pada 2l Ramadan 1264 (21 Agustus
1848). Sejauh yang diketahui hingga kini, inilah mushaf cetakan tertua di Asia
Tenggara.l Tinggalan yang diketahui sampai saat ini hanya ada pada koleksi Abd
Azim Amin, Palembang (Gambar 1).
Mushaf
cetakan Azhari lainnya, dengan tahun yang lebih muda, selesai dicetak pada
Senin, 14 Z:ulqa'dah 1270 H (7 Agustus 1854) di Kampung Pedatu'an, Palembang.
Von de Wall, seorang kolektor naskah abad ke-19, pernah membuat catatan lengkap
mengenai mushaf ini atas permintaan Presiden Belanda di Palembang yang dimuat
dalam TBG 1857 . Berdasarkan catatan itu, mushaf cetakan tahun 1854 kemungkinan
kini ada dalam koleksi Perpustakaan Nasional RI Jakarta. Dengan adanya cetakan
mushaf tahun 1854 itu, dapat diketahui bahwa percetakan milik Azhari, paling
kurang, produktif dalam masa tujuh tahun (1848-1854). Meskipun demikian,
luasnya peredaran mushaf hasil cetakan Azhari tidak diketahui dengan pasti,
karena langkanya bukti.
Generasi
pertama pencetak mushaf Al-Qur'an di Indonesia adalah Abdullah bin Afif Cirebon
(yang telah memulai usahanya sejak tahun 1930-an bersamaan dengan Sulaiman
Mar'i yang berpusat di Singapura dan Penang), Salim bin Sa'ad Nabhan Surabaya
(Gambar 7), dan Percetakan Al-Islamiyah Bukittinggi. Usaha bidang ini kemudian
disusul oleh Penerbit Al-Ma'arif Bandung yang didirikan oleh Muhammad bin Umar
Bahartha pada tahun 1948. Mereka tidak harrya mencetak Al-Qur' an, namun juga
buku-buku keagamaan lain yang banyak dipakai umat Islam. Pada tahun 1950-an
penerbit mushaf di antaranya adalah.Sinar Kebudayaan Islam dan Bir &
Company. Penerbit Sinar Kebudayaan Islam menerbitkan mushaf pada tahun 1951.
Bir & Co mencetak sebuah mushaf dengan tanda tashih dari Jam'iyyah
al-Qurra' wal-HuffiV (perkumpulan paru pembaca dan penghafal Al-Qur'an)
tertanggal 18 April 1956. Pada tahun 1960-an Penerbit Toha Putra Semarang
memulai kegiatan yang sama, lalu disusul Penerbit Menara Kudus. Penerbit
lainnya pada sekitar periode ini adalah Tintamas, dan beberapa penerbit kecil
lainnya.
Terkait
dengan upaya memelihara kemurnian, kesucian, dan kemuliaan Al-Qur'an, lembaga
yang secara resmi mempunyai tugas memeriksa kesahihan suatu mushaf, yaitu
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur'an (sejak 2007 bernama Lajnah Pentashihan Mushaf
Al-Qur'an). Lajnah secara kelembagaan dibentuk pada 1 Oktober 1959 berdasarkan
Peraturan Menteri Muda Agama No. 11 Tahun 1959. Keberadaan Lajnah untuk
melaksanakan tugas pentashihan mushaf diperkuat lagi dengan Keputusan Menteri
Agama No. 1 Tahun 1982 yang menyatakan bahwa tugas-tugas Lajnah, yaitu (1)
meneliti dan menjaga kemumian mushaf Al-Qur'an, rekaman, bacaan, terjemahan,
dan tafsir Al-Qur'an secara preventif dan represif; (2) mempelajari dan
meneliti kebenaran mushaf Al-Qur'an bagi orang biasa (awas) dan bagi tunanetra
(Al-Qur'an Braille), rekaman bacaan Al-Qur'an dalam kaset, piringan hitam, dan
penemuan elektronik lainnya yang beredar di Indonesia; dan (3) menyetop
pengedaran mushaf yang belum ditashih oleh Lajnah. Untuk memperlancar tugas
pentashihan yang dilakukan oleh Lajnah, terbit Surat Keputusan Menteri Agama
Nomor 25 Tahun 1984 tentang Penetapan Mushaf Standar.
Mushaf
Standar merupakan acuan bagi para anggota Lajnah untuk menjalankan tugasnya.
Ada tiga jenis Mushaf Standar yang secara resmi menjadi pedoman kerja bagi
Lajnah - dan dengan demikian secara resmi dapat diterbitkan dan diedarkan di
Indonesia. Pertama, Mushaf Al-Qur'an Rasm Usmani. Penetapan mushaf ini
berdasarkan mushaf cetakan Bombay, karena model tanda baca dan hurufnya telah
dikenal luas oleh umat Islam di Indonesia sejak puluhan tahun sebelumnya -
bahkan jika dihitung sejak awal peredarannya di Nusantara telah mencapai satu
abad lebih. Kedua, Mushaf Al-Qur'an "Bahriyah" yang cenderung
memiliki rasm ilma'i. Mushaf ini modelnya diambil dari mushaf cetakan Turki
yang kaligrafinya sangat indah. Jenis mushaf ini juga telah digunakan secara
luas oleh umat Islam di Indonesia, khususnya di kalangan para penghafal
Al-Qur'an, dengan ciri setiap halaman diakhiri dengan aldtir ayat- Ketiga,
Mushaf Al-Qur'an Braille, yaitu mushaf bagi para tunanetra. Mushaf ini menggunakan
huruf Braille Arab sebagaimana diputuskan oleh Konferensi Internasional Unesco
Tahun 1951, yain al-Kitabah al-Arabiyyah an-Nafirah.
Dalam penulisannya, jenis mushaf ini menggunakan
prinsip-prinsip rasm usmani dalam batas-batas tertentu yang bisa dilakukan.
Untuk kepentingan umat Islam di Indonesia, Mushaf Al- Qur'an Rasm Usmani dan
Mushaf Al Qur'an "Bahriyah" kemudian ditulis oleh putra Indonesia.
Mushaf dengan rasm usmani ditulis oleh khattat Ustaz Muhammad Syadali Sa'ad,
dan mushaf "Bahriyah" ditulis oleh Ustaz Abdur-Razaq Muhili, tahun
1984-1989. Mushaf dengan rasm usmani telah mengalami penulisan ulang oleh Ustaz
Baiquni Yasin dan timnya , pada tahun 1999-2001. Sedangkan mushaf Bralille
diterbitkan dan diproduksi, di antaranya oleh Koperasi Karyawan Abiyoso,
Bandung.
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Melihat
'gegap gempita'-nya produksi mushaf Al-Qur'an (dan terjemahannya) di Tanah Air,
demikian pula sambutan masyarakat dewasa ini, tak pelak, mushaf adalah sebuah
'industri' baru yang menjanjikan. Di samping itu, melihat kayanya inovasi dan
kreativitas para penerbit mushaf baru di Indonesia, barangkali tidak berlebihan
jika dikatakan bahwa ragamproduk mushaf di Indonesia adalah termasuk yang
paling kreatif. Tentu, semua usaha kreatif itu adalah untuk para pembacanya
agar tertaik untuk terus-menerus membaca dan mengkaji Al-Qur'an.
Dari
uraian singkat di atas kita juga bisa mencatat bahwa perkembangan pencetakan
mushaf Al-Qur'an di Indonesia merupakan respons atas proses sejarah, yaitu
antara kecanggihan teknologi – yang berbeda-beda pada setiap masa - dan selera
masyarakat pembacanya. Para penerbit mushaf, yang berada di antara dua 'sisi'
itu, dan memanfaatkaflnya, berusaha untuk memenuhi selera masyarakat dengan
baik - dan kelak nanti akan melengkapi "sejarah mushaf di Indonesia".
Daftar Pustaka
Badan Penelitian
dan Pengembangan Agama, “Mengenal Mushaf
Al-Qur'an Standar Indonesia”, Jakarta: Departemen Agama RI, 1984-1985.
Sudrajat, Enang,
"Perkembangan penerbitan dan
problema pentashihan", makalah pada Lokakarya Penerbit Mushaf
Al-Qur'an, Bekasi, 29-30 Maret 2011 (tidak terbit).
Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama Rl, “SUHUF
Jurnal Kajian Al-Qur’an dan kebudayaan”, Vol 4, Nomor 2, 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar