BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Ulumul
Qur’an adalah sekumpulan ilmu yang
berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya maupun dari segi
pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Untuk dapat memahami kalam Allah,
sejalan dengan penjelasan Rasulullah saw, serta pendapat yang dikutip sahabat,
dan tabi’in dari Nabi tentang kandungan al-Qur’an maka Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai
pendekatan dalam mengkaji Islam adalah Ilmu Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang
mempelajari kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum
syari’at yang bersifat amaliyah yang diperoleh melalui dalil-dalil yang rinci.
Melalui kaidah-kaidah Ushul Fiqh akan diketahui nash-nash syara’ dan
hukum-hukum yang ditunjukkannya. Diantara kaidah-kaidah Ushul Fiqh yang penting
diketahui adalah Istinbath dari segi kebahasaan, salah satunya adalah ‘am dan khash
serta takhsis.
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian
‘Am dan Khash
‘Am menurut bahasa artinya merata, yang umum;
dan menurut istilah adalah “LAFADH yang memiliki pengertian umum, terhadap
semua yang termasuk dalam pengertian lafadh itu “.Dengan pengertian lain, ‘am
adalah kata yang memberi pengertian umum, meliputi segala sesuatu yang
terkandung dalam kata itu dengan tidak terbatas.
Khas
adalah “Isim Fail” yang berasal dari kata kerja :
حَصَصَ, يُخْصِّصُ, يُخَصِيصاً,
خاَصِّ
Artinya
:
“yang
mengkususkan atau menentukan”
Para Ulama Ushul fiqh berbeda pendapat dalm
mendefinisikan khash. Namun, pada hakikatnya definisi tersebut mempunyai
pengertian yang sama yaitu Khash merupakan suatu lafadz yang dipasangkan pada
suatu arti yang sudah diketahui (ma’lum) dan manunggal.
B.
Bentuk
Lafadz ‘Am dan Khash
Adapun bentuk- benuk lafadz yang
mengandung arti ‘amdalam bahasa Arab banyak sekali, di antaranya
adalah:
a. Lafadz كل (setiap) dan جامع (seluruhnya).
a. Lafadz كل (setiap) dan جامع (seluruhnya).
Misalnya:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ:
Artinya:“Tiap-tiap yang berjiwa akan mati”. (Ali ‘Imran, 185)
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
Artinya; “Dialah Allah yang menjadikan untukmu segala yang ada di bumi secara keseluruhan (jami’an)”. (Al-Baqarah:29)
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ:
Artinya:“Tiap-tiap yang berjiwa akan mati”. (Ali ‘Imran, 185)
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
Artinya; “Dialah Allah yang menjadikan untukmu segala yang ada di bumi secara keseluruhan (jami’an)”. (Al-Baqarah:29)
Lafadz كل dan حامع tersebut
di atas, keduanya mencakup seluruh satuan yang tidak terbatas jumlahnya.
b.
Kata jamak (plural) yang disertai alif dan lam di
awalnya. Seperti:
وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ
Artinya: “Para ibu (hendaklah) menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya”. (Al-Baqarah:233)
Kata al-walidat dalam ayat tersebut bersifat umum yang mencakup setiap yang bernama atau disebut ibu.
Artinya: “Para ibu (hendaklah) menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya”. (Al-Baqarah:233)
Kata al-walidat dalam ayat tersebut bersifat umum yang mencakup setiap yang bernama atau disebut ibu.
c.
Kata benda tunggal yang di ma’rifatkan dengan alif-lam.
Contoh:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Al_baqarah: 27) Lafadz al-bai’ (jual beli) dan al-riba adalah kata benda yang di ma’rifatkan dengan alif lam. Oleh karena itu, keduanya adalah lafadz ‘am yang mencakup semua satuan-satuan yang dapat dimasukkan kedalamnya.
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Al_baqarah: 27) Lafadz al-bai’ (jual beli) dan al-riba adalah kata benda yang di ma’rifatkan dengan alif lam. Oleh karena itu, keduanya adalah lafadz ‘am yang mencakup semua satuan-satuan yang dapat dimasukkan kedalamnya.
d.
Lafadz Asma’ al-Mawsul. Seperti ma,
al-ladhina, al-ladzi dan sebagainya.
Salah satu contoh
adalah firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ
نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang (al-ladzina) memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perut dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala”. (An-Nisa:10)
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang (al-ladzina) memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perut dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala”. (An-Nisa:10)
e.
Lafadz Asma’ al-Syart (isim-isim isyarat, kata benda untuk
mensyaratkan),
seperti
kata ma, man dan sebagainya.
Misalnya:
وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا
Artinya : “dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah”.(An-Nisa’:92)
وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا
Artinya : “dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah”.(An-Nisa’:92)
f.
Isim nakirah dalam susunan kalimat naïf (negatif), seperti kata لَا جُنَاحَ dalam
ayat berikut:
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
Artinya: “dan tidak ada dosa atas kamu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya”. (Al-Mumtahanah:10).[3]
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
Artinya: “dan tidak ada dosa atas kamu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya”. (Al-Mumtahanah:10).[3]
Dengan demikian
semua lafadz- lafadz tersebut ditetapkan dalam bahasa dengan suatu ketetapan
yang hakiki untuk menunjukkan pada seluruh satuan – satuannya.
Sedangkan lafal
khas bentuknya ada beberapa macam diantaranya:
- Berbentuk muthlak yaitu lafal khas yang tidak
ditentukan dengan sesuatu.Contohnya, hukum
zakat fitrah adalah satu sho’.
- Berbentuk khas(muqoyyad) lafal khas yang ditentukan
dengan sesuatu.Contohnya, masalah bersuci.
- Berbentuk amr yaitu kata yang mengandung arti amar
atau berbentuk khabar,dan hukumnya wajib. Contonya, wanita-wanita yang
ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.
- Berbentuk
nahiy yaitu mengandug arti larangan dan hukumnya haram.
C. Macam-macam Lafadz ‘Am
1. Umum Syumuliy
Yaitu semua
lafazh yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku bagi seluruh pribadi,
seperti :
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur ÇÊÈ
Artinya :
Hai sekalian manusia, sertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu
dari seorang diri, (Qs. A n-Ni.ssa’: 1)
Dalam Ayat
ini seluruh manusia dituntut untuk sertakwa tanpa kecuali, maka lafaz yang
seperti ini dinamakan umun Syumuliy.
2. Umum Badaliy
Bagi suatu
lafaz yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku seperti Afrad (pribadi)
seperti :
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã úïÏ%©!$# `ÏBöNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ
Artinya :
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sertakwa, (Q.S. Al-Baqarah 183)
Lafaz umum
dapat dibagi menjadi tiga macam :
Ø Lafaz umum
yang tidak mungkin di Takhsiskan seperti dalam firman Allah :
$tBur `ÏB 7p/!#y Îû ÇÚöF{$# wÎ) n?tã «!$# $ygè%øÍ ÇÏÈ
Artinya :
“Dan tidak
ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya”, (Qs. Huud.- 6)
Ayat
diatas menerangkan sunnatullah yang berlaku bagi setiap mahkluk karena itu
dialahnya qath'I yang tidak rneneriniaTakhsis
Ø Lafaz umum
yang dimaksudkan khusus karena adanya bukti tentang kekhususannya, seperti
dalam firman Allah :
3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# ÇÒÐÈ
Artinya :
“…………mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, (Q.S Ali-Imran: 97)
Lafaz
manusia dalam ayat adalah lafaz umum yang dimaksudkan adalah manusia yang
mukallaf saja karena dengan perantara akal dapat dikeluarkan dari keumuman
lafal anak kecil dan orang gila.
Ø Lafaz umum
yang khusus seperti lafaz umum yang tidak ditemui tanda yang menunjukan di
Takhsis seperti dalam firman Allah :
Artinya :
وَاْلمُطَلَّقَتُ يَتَرَبَصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ
ثَلاَثَةَ قُرُوُءٍ
“Wanita-wanita
yang di talak hendaklah menahan (menunggu) tiga kali quru”
D. Hukum
Lafadz ‘Am, Khash dan Takhsis
Hukumnya
antara lain :
1. Apabila
didalam ayat Al-Qur’an terdapat lafazh yang bersifat khas (khusus), maka maknanya
dapat menetapkan sebuah hukum secara pasti, selama tidak terdapat dalil yang
menta’wilkannya dan menghendaki makna lain.
2. Apabila
lafazh itu bersifat ‘am (umum) dan tidak terdapat dalil yang meng-khususkannya
(men-takhsis-nya), maka lafazh tersebut wajib diartikan kepada ke umumannya dan
memberlakukan hukumnya bagi semua satuan yang dicakup makna itu secara mutlak.
3. Apabila
lafazh itu bersifat umum dan terdapat dalil yang men takhsis nya, maka lafazh
itu hendaknya diartikan kepada satuan makna yang telah dikhususkannya itu dan
satuan yang khusus itu dikeluarkan dari cakupan makna yang umum tersebut.
4. Takhsis
jenis syarat, ghayah dan sifat tidak dipegangi oleh kelompok yang menolak
mafhum.
5. Ulama
Hanafiah berpendapat takhsis Al-Qur’an dengan hadits hanya bisa oleh hadits
mutawatir.
Referensi
Syafi’i Rachmat, Ilmu Ushul Fiqih, CV Pustaka
Setia, Bandung, 2007
Mohon izin untuk mengambil sebagai sumber referensi makalah saya...
BalasHapus